The Art of Letting Go (for Mom)


Reading time : 5-10 mins

 

Sehabis nonton IG Live salah satu influencer parenting favorit saya @damarwijayanti, saya terhenyak.

 

Banyak hal-hal yang menurut saya bukan lagi bersinggungan, tetapi SAMA.

 

Pengalamannya sama, rasa nya sama, dan jatuh bangunnya pun sama.

 

Bagi teman-teman yang sedang membaca ini dan curious siapa saja orang-orang yang bisa dijumpai di medsos dan (mungkin) bisa menjadi inspirasi dalam pola parenting, saya sarankan untuk coba berkunjung ke Instagram mba @damarwijayanti. Mba Damar ini menganut pola parenting Montessori. Setelah riset yang lumayan panjang dan ikut sendiri di kelasnya sharingnya Mba Damar dan Mba @putrisarah di coffee-talks, saya makin yakin untuk mengikuti cara parenting Montessori ini. Sebagai gongnya, saya punmemutuskan untuk ikut kelas online 12 hari Montessori di Sunshine Teacher Training. Nanti akan saya coba ceritakan di blog post berikut nya yaa J siapa tau ada yang tertarik juga buat mempelajari pola parenting Montessori ini.

 

Kembali lagi ke IG Live Mba Damar, yang kala itu diskusi bersama Mba Loly, tema yang merasa angkat sedikit ‘kekinian’ sih menurut saya. Di awal2 tahun 2020, Netflix mengeluarkan original Movie asal Korea dengan judul, Hi , Bye , Mama! Nah, ternyata 11, 12 dengan judul pembahasan IG live ini, Hi Mama, Bye Myself.


Awal liat judul ini, jujur agak mengeryit sih. Kok bye myself? Memangnya kenapa? Tapi, akhirnya kebingungan ini terjawab sudah.

 

It’s not easy for being Mom. Apalagi jika masa-masa sebelum jadi ibu ini, kita disibukkan dengan berbagai kegiatan, pencapaian-pencapaian yang bisa membangkitkan rasa percaya diri, kesempatan untuk aktualisasi diri yang luarbiasa, serta jam-jam luang yang bisa digunakan buat berbagai macam hal. Selalu ada dua mata koin yang berbicara. Di satu sisi, tetap ingin punya waktu dan situasi yang sama seperti sebelum mempunyai anak, tapi disisi lain, seorang ibu pasti selalu ingin mengetahui milestone tumbuh kembang anaknya.

 

Lalu, bagaimana situasi yang terjadi setelahnya?

Di IG Live ini dijelaskan tentang 5 stage of grieving for Mom. 5 tahapan kehilangan/berduka yang dirasakan oleh seorang Ibu baru ataupun ibu lama. Ibu baru atau ibu lama? Maksudnya kira-kira apa ya?

 

Setelah kelahiran anak, tanpa disadari, ada “kematian” jati diri ibu yang ‘lama’. Seorang ibu, pasti akan mengalami fase ini. Baik itu kelahiran anak pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Fasenya berulang dan bukan berarti kemampuan untuk mengatasi hal ini akan semakin kuat. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan apakah seorang ibu akan dapat bangkit lebih kuat setelah “kehilangan” jati dirinya atau tidak. Ibu lama, atau seorang ibu yang sudah memiliki2 atau 3 anak (dan pastinya mengalami masa kehamilan lebih dari sekali), nggak semerta-merta bisa berhasil mengatasi fase grieving ini. Apalagi bagi ibu baru, yang segalanya serba baru dan minim pengalaman.

Jujur, saya sendiri mengalami semua fase dalam 5 tahapan grieving ini. Coba kita bahas ya ..

 

1.  Denial. Tahapan pertama ini sebenarnya yang paling membantu kita untuk survive dari rasa kehilangan. Di tahapan ini, semua hal rasanya jadi nggak ada artinya dan sangat mengejutkan. Akhirnya muncullah penolakan. Kita menjadi hilang rasa. Kita mencoba mencari jalan untuk bisa melewati setiap harinya. “aah, aku bisa kok berdua aja merawat anakku tanpa bantuan orang lain”. “habis ini, aku akan segera kerja lagi”.. kira-kira begitu mungkin yang ada dibenak para ibu saat mengalami fase ini.

 

2.    Anger. Tahapan kedua saat emosi mulai meledak-ledak. Ketidakteraturan jam tidur, waktu yang semakin sedikit untuk me time, sampai akhirnya suka meledak-ledak sendiri. Disinilah balon emosi mulai terlihat. Jika emosi marah ini nggak tersampaikan, proses penyembuhan dari rasa kehilangan ini akan semakin lama dan berdampak semakin buruk pada kondisi jiwa sang ibu. “gimana sih, kok pekerjaan rumah nggak selesai-selesai? Kapan yah papa pulang, aku butuh istirahat”. “baru aja tidur sebentar, harus terbangun lagi karena si ade haus” dan lain sebagainya.

 

 

3. Bargaining. Kondisi “bagaimana jika”. Kondisi inilah yang mungkin banyak dirasakan oleh ibu-ibu yang tadinya memiliki waktu untuk mengejar karir di kantor, lalu mulai bargaining saat dirumah. “bagaimana jika mengambil kerjaan freelance yah?” “Aku bakal coba cari kerja saat si A sudah mulai bisa disapih atau aku akan coba kerja dari rumah, jadi si A akan tetap bisa aku pantau tumbuh kembangnya”. Di fase ini, awal-awal mungkin terlihat menyenangkan. Kita bisa merasakan lagi “jam kerja” seperti seperti sebelumnya. Kita akan bertindak apa saja, untuk menghilangkan rasa “kehilangan” atau “ketinggalan” masa-masa menyenangkan sebelum ada anak.

 

4. Depression. Setelah fase bargaining ini, muncullah tahapan depresi. Saat bargaining tidak berjalan sebagaimana yang kita harapkan, depresi pun muncul. Banyak hal yang terjadi pada fase ini. Mba lolly sendiri merasa bahwa hidupnya seperti robot selama hampir 3 bulan lamanya. Sedangkan Mba Damar, disuatu malam, secara nggak sengaja sedikit melempar anaknya ke Kasur karena deadline freelance yang begitu banyak, namun E (anak mba Damar) belum bisa tidur. Jika ini berlangsung begitu lama dan merusak keseharian ibu, sebaiknya carilah tenaga professional yang mampu mendatangi.

 

 

5.    Acceptance. Penerimaan. Penerimaan kadang suka disalah artikan dengan fase” aku udah nggak apa-apa, dan aku oke”, padahall bukan itu yang dimaksud. Banyak orang yang nggak merasa baik-baik saja setelah kehilangan jati dirinya. Fase ini merupakan penerimaan tentang kenyataan bahwa diri ibu yang lama sudah hilang dan kenyataan baru ini adalah kenyataan yang permanen. Kenyataan ini nggak akan pernah bernar-benar disukai ibu, tapi pada akhirnya kita berusaha menerima. Di fase inilah, ibu menyadari bahwa kenyataan sudah benar-benar berubah dan kitalah yang berusaha beradaptasi. Menemukan fase penerimaan ini seperti menemukan hari-hari baik diantara hari-hari yang buruk. Kita nggak akan pernah menggantikan apa yang sudah benar-benar hilang, tapi kita bisa membuat koneksi-koneksi baru, membangun hubungan yang baru dengan anak dan suami, dan hal-hal normal baru lainnya. Daripada menolak perasaan kita, pada akhirnya di fase penerimaan ini kita mendengarkan apa yang kita butuhkan, kita bergerak, kita berubah, kita berkembang dan kita menjadi pribadi yang baru. Di fase ini, mungkin ibu bisa mulai menemukan persahabatan dengan ibu-ibu lainnya yang juga mengalami fase ini. Kita kembali hidup lagi, tapi kita nggak akan merasakan ini sampai benar-benar melepas rasa kehilangan.

 

 

Jujur, saya juka baru bisa lega menuliskan penjabaran ini, setelah K berusia 18 bulan. Saat dia mulai bisa diajak berdiskusi, dia mulai meminta maaf saat salah, dia bisa menujukkan rasa sayang dan bahagia saat bersama orang-orang tersayang, dan inner circle saya siap membantu. Saya nggak lagi merasakan sendirian dan hilang yang teramat sangat seperti masa-masa K dibawah 1 tahun. Saya merasa hidup kembali, meski ada pecahan-pecahan hidup lama saya yang hilang. Terimakasih untuk IG Live yang sangat mencerahkan Mba Damar dan Mba Lolly ;) saya yakin banyak ibu-ibu diluar sana yang juga merasakan apa yang saya rasakan dan ikut lega karena ada bahasan yang cukup tabu ini.


It’s okay not to be okay. Mother is also a human.

 

Komentar

Postingan Populer