Merdeka?




17 agustus tahun 45
itulah hari kemerdekaan kita
hari merdeka
nusa dan bangsa
hari lahirnya bangsa Indonesia..
mer..de..kaa..

kapan terakhir kali kamu ikut upacara pengibaran bendera merah putih?
Hayooo, ngaku.. siapa yang suka pura-pura ke UKS supaya nggak terkena sinar matahari langsung dan lebih memilih “ngendon” di bawah sepoi-sepoi pendingin ruangan? Nunjuktangan


Dulu, ada masa dimana kita (eh saya), belum memahami benar apa makna dibalik upacara bendera. Yang saya tahu,upacara bendera selalu dilaksanakan setiap hari senin, memakai baju seragam, mendengarkan pidato dari kepala sekolah atau guru yang lama dan membosankan, dan paling mengkhwatirkan adalah paparan sinar matahari menyengat yang sanggup membuat baju seragam yang tadinya wangi-wangi semriwing, menjadi wangi campur kecut! Maka, hampir sebagian besar (menurut pengamatan saya), ada yang bersembunyi di kelas, duduk di pojokan bagian belakang, ada pula yang sengaja terlambat masuk sekolah, dan yang paling umum adalah “ngadem” di UKS. Padahal, kalau pada saat itu tahu betul makna dibalik upacar bendera, hal-hal nakal barusan rasanya mau di skip aja!

Saya menangis untuk pertama kalinya dalam misi kebudayaan saya di Polandia. Kala itu, tim dari kampus S1 saya ikut dalam misi budaya menampilkan hampir seluruh kebudayaan Indonesia dalam satu panggung yang berisikan negara-negara lain dari mancanegara. Bergetar hati saya, saat seluruh tim misi budaya ini, menyanyikan lagu satu nusa satu bangsa secara bersaman. Kami berada di negara orang lain, tapi saat itulah justru merasakan nasionalisme yang begitu membuncah.

Dua, hingga tiga tahun berturut-turut saya melakukan prosesi demikian di negara orang. Tidak dengan upacara bendera, namun membawakan bendera merah putih selama defile kebudayaan berlangsung. Pertama kali pula saya merasakan bangga yang luar biasa dalam mengenakan pakaian tradisional serta memainkan alat music tradisional selama acara berlangsung. Semua penonton berebut untuk berfoto bersama, padahal kami bukanlah siapa-siapa.

Kembali lagi ke Indonesia. 71 tahun sudah umurnya. Apakah merdeka sudah saya rasakan?
Berbagai artikel simpang siur di lini media sosial saya. Ucapan selamat ulangtahun Indonesia juga hilir mudik menghiasi selama saya men-scroll update status media sosial yang dimiliki oleh teman-teman. Saya sepertinya yang hari ini tidak hiruk pikuk mengucapkan selamat ulangtahun pada negara tercinta ini. Apakah saya kehilangan rasa nasionalisme saya?
Tentu saja tidak!

Saya justru merasa iri pada ayah saya yang lahir satu hari sebelum hari kemerdakaan Indonesia. saya juga iri pada bayi-bayi mungil yang lahir di hari bersejarah ini, dan bahkan iri pada suami istri yang memiliki hari jadi pernikahan di tanggal yang sama. Mereka memiliki romantisme yang berbeda dibandingkan saya … aaah, apakah saya berlebihan?

Saya memilih untuk menghindar dari “keributan” dan kontemplasi atas apa yang selama ini saya jalani. 71 tahun sudah negara yang saya tinggali ini merdeka dan saya mengikuti perkembangannya selama 25 tahun terakhir. Apakah saya benar-benar merasakan merdeka?

Tak jarang pula saya temukan pertanyaan ini di update status teman-teman saya. Ada yang nyinyir, ada yang sarkasme, ada yang gegap gempita bilang bahwa kita telah sepenuhnya merdeka. Lalu, merdeka bagaimanakah yang mereka maksudkan?

Tentu setiap orang punya versi yang berbeda-beda.
Saya sendiri setuju bahwa setidaknya, saat ini saya sudah merdeka. Apakah negara saya merdeka? Mungkin bagi negarawan senior, mereka akan mengatakan belum… atau setengah merdeka, setengah dijajah.. dan berbagai pendapat lainnya.. yang saya pedulikan adalah bagaimana saya memaknai kemerdekaan dengan cara saya sendiri.

Saya mungkin belum memberikan dampak besar bagi lingkungan sosial saya. Saya bukan pahlawan, bukan pencetak sejarah, bukan penemu, dan bukan pula seseorang yang menjadi sorotan bagi orang lain. Tapi setidaknya, saya memiliki kemerdakaan untuk berpikir, untuk bersuara, untuk berpendapat, untuk berkreasi, untuk berproduksi, dan untuk menikmati.
Merdeka?

Ya, saya merdeka.
Jika 71 tahun yang lalu, istri Soekarno tidak menjahitkan bendera negara kita dengan seprai putih dan juga tenda dari seorang tukang warung, mungkin kita belum merdeka.
Jika tombak bamboo runcing tidak bisa mengalahkan peluru modern di tahun 1945, mungkin kita belum merdeka.
Jika Soekarno tidak mengumumkan kemerdekaan, republic Indonesia, mungkin benar kita belum merdeka.

Saya hanya berpikir, jika kita menilai merdeka adalah sebuah grand idea atas sebuah kebebasan, maka sebaiknya kita berkaca pada diri kita sendiri. Merdekakah kita?



Komentar

Postingan Populer