Media sosial dan “kegilaannya”
Disclaimer : tulisan ini bukan untuk menjatuhkan pemilik aplikasi media sosial manapun atau orang tertentu. Tulisan ini murni berdasarkan sudut pandang penulis
Beberapa hari yang lalu, netizen Indonesia digemparkan dengan berita hits yang datang dari salah satu selebgram muda Indonesia yang sekarang ini juga merambah menjadi Youtubers.
Saya tidak menampik bahwa saya adalah salah satu orang yang terkena “kegemparannya” perihal konten yang disajikan oleh selebgram dan Youtubers tersebut.
Begini,
Saya menyadari sebagai generasi Y (generasi tahun 90’an atau generasi sebelum maraknya dunia internet) tentu jauh berbeda dengan apa yang dialami dan dirasakan oleh generasi Z. Generasi Z lahir di masa dunia yang aktifnya mengeksplorasi hal-hal baru yang mudah sekali ditemukan melalui jaringan internet. Istilahnya, tinggal google dan click. Semuanya ada! Asal memasukkan keyword yang tepat, saya rasa tidak ada yang tidak bisa ditemukan google sebagai search engine termumpuni saat ini.
Saya disisi lain, mulai merasakan dampak kemudahan ini di akhir masa SMA dan awal perkuliahan. Saat itu, saya baru saja merasakan nikmatnya browsing sana-sini. Bukan hanya kebutuhan akademis yang terpenuhi, tetapi keinginan akan dunia entertainment pun rasa-rasanya menjadi keasyikkan tersendiri. Beruntung, sebagai warga negara Indonesia, bisa dibilang negara kita ini “bebas” mengakses dunia internet. Tidak ada larangan seperti di negara China yang hanya memperbolehkan masyarakatnya mengakses internet melalui search engine yang dimiliki oleh negaranya sendiri (saringan kontennya juga amat selektif), atau bahkan seperti Korea utara yang entah bagaimana perkembangan dunia internetnya saat ini. Sebagai remaja (pada masa itu) saya cukup senang atas kehadiran “alien” baru ini.
Hingga akhirnya, kemunculan handphone pintar mulai merajai Indonesia. kemajuan tekhnologi selain membawa berbagai macam kemudahan justru semakin lama mulai menuai padangan yang kontradiktif. Contohnya: kemunculan-kemunculan website-website yang berisikan konten-konten vulgar atau bahkan website yang menjatuhkan nama baik seseorang, semuanya begitu mudah diakses.
Setelah kemunculan handphone pintar, teknologi semakin berkembang sehingga muncul pula media-media sosial sebagai saluran networking untuk berbagi. Tujuannya sebenarnya mulia: untuk berkomunikasi dengan orang lain, untuk berbagi informasi, bahkan betemu dengan teman-teman lama. Sebut saja dengan adanya Facebook dan Twitter, Instagram, Youtube, hingga yang paling mutakhir Snapchat. Semuanya merupakan media sosial untuk berinteraksi dan berbagi. Orang-orang kini tidak perlu lagi surat menyurat atau bahkan berkomunikasi hanya dengan mendengarkan suara, namun tampilan visualisasi juga dengan mudah ditemukan di berbagai media sosial.
Lalu apa hubungannya dengan kegilaannya? Bukannya hal yang disebutkan diatas semuanya memiliki goals yang baik?
Yup, tentu saja semuanya baik. Tapi, kebebasan yang kita punya inilah yang akhirnya menimbulkan kekhwatiran sendiri bagi orang-orang yang juga mulai menyadari,
Once you record everything or post anything to the internet, it can’t be erased. Forever! Gimana? Sudah paham?
Orang-orang yang mengerti pentingnya sosial media dan tau cara menggunakannya, tentu akan berpikir ribuan kali untuk memposting konten apapun dari media sosial yang dimilikinya. Tujuannya apa? Tujuannya agar konten tersebut tidak sampai menjadi informasi yang salah, yang pada akhirnya merugikan orang tersebut.
Misal saja, ketika memposting sesuatu di media sosial akan hal yang tidak dia sukai atau benci, atau juga informasi yang salah atau tendesius menjatuhkan orang lain, secara tidak sengaja atau sengaja ia memposting pula siapa nama orang atau institusi yang dimaksud, orang tersebut bisa terkena pidana atas pencemaran nama baik.
Belum lagi, bisa merusak hubungan dirinya dengan orang atau institusi tersebut. Apapun yang kita posting tidak akan pernah bisa terhapus selamanya, kecuali kamu adalah orang jenius luar biasa, yang mampu menemukan solusi untuk menghapuskan konten yang pernah kamu tuliskan ke internet selamanya pula. Tapi sayangnya, sampai saat ini belum ditemukan caranya.
Let’s say, suatu saat kamu menemukan cara menghapusnya dengan menuliskan keyword yang tepat dan menghapus semua konten di internet yang berhubungan dengan keyword tersebut. Hey, satu lagi kegilaan dari dunia internet, setiap orang bisa dengan mudah berbagi informasi yang mereka dapat dan membaginya di berbagai media sosial yang mereka punya. Kamu mungkin menghapus 2 atau 3 konten hari ini, tapi orang lain sudah terlanjur membagikan konten tersebut hingga jumlahnya tidak lagi bisa kamu hitung.
Balik lagi ke Selebgram dan Youtubers yang baru saja mendapatkan “perhatian khusus” dari netizen Indonesia. ia secara sadar, telah menjadikan dirinya “role model” bagi ratusan ribu followers aktifnya yang umurnya masih berkisar 13-20 tahun. Bahkan, ada yang berumur dibawah itu. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan membagikan postingannya ke followers yang sudah mengikutinya. Namun, kontennya lah yang mungkin patut dipikirkan kembali.
Selebgram dan Youtubers ini adalah anak cerdas. Pemilik nilai UN tertinggi ketiga di kota asalnya. Sejak pindah ke Jakarta, ia mengalami perubahan total, baik dari tampilan maupun tingkah lakunya. Memang, untuk seumur dia, dengan memiliki tempat tinggal dan penghasilan sendiri, patut diancungi jempol. Namun sayang, identitas dirinya yang luar biasa baik ini, seakan tidak lagi terlihat sejak ia memposting bahasa-bahasa yang tidak lagi disaring ataupun perilaku yang belum pantas untuk dipertontonkan bagi followersnya.
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Orang-orang yang tadinya mungkin tidak mengikuti berbagai media sosialnya, sekarang mulai curious tentang tindak tanduknya dan mulai ikut menyaksikan pula “tontonan menarik” yang disajikan oleh selebgram sekaligus youtubers ini. Bukan karena ia adalah role model tetapi bisa sebagai bahan cemoohan dan ejekan kelak di saat mereka diskusi.
Sebagai penyaji konten kreatif, mungkin tidak hanya Selebgram dan Youtubers tersebut yang mengalami pengalaman yang sama. Masih banyak orang Indonesia yang juga melakukan hal serupa tetapi belum terekspos oleh media.
Pada sejatinya, manusia haus akan perhatian. Dengan adanya media sosial, meskipun tidak secara real life, orang-orang tersebut merasa dihargai dan diperhatikan eksistensinya. Dengan fitur komen ataupun like, maupun subscribe, setiap orang merasa dirinya “ada” dan menjadi manusia seutuhnya. Semua orang menjadi haus untuk berbagi kehidupan privasinya, yang sebelumnya mungkin tidak begitu menarik bagi orang lainnya.
Saya tidak menampik kehadiran media sosial memang menyenangkan.
Saya bertemu teman-teman lama, saya bertemu dengan jaringan baru, dan saya juga bisa melakukan hal-hal kreatif lainnya dengan fitur berbagi. Mungkin, yang menjadi pembelajaran terbesar bagi saya adalah bagaimana saya atau mungkin kita, mulai bijak menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Bukan berarti pencitraan loh ya! Tetapi lebih menyajikan konten positif yang mungkin bisa menginspirasi orang lain ketika mendengar ataupun melihat konten-konten yang kita publish.
Be creative but wise, it's a key to have a better “life” on social media..
Ciao.
Komentar