Perempuan berjuang

Perempuan berjuang


18.30

Sebuah coffee shop di daerah Jakarta selatan,
duduk di samping jendela, sinar keemasan khas senja tadi menyapa, lalu kemudian tenggelam indahnya.
Layar laptop terbuka, berbagai post it tertempel di sana sini,mengingatkan janji-janji dan beberapa pekerjaan yang menanti untuk segera disudahi. 
Kali ini,  sebuah buku Larasati karya Pramoedya Ananta Toer dan teh tarik menemani.

Ini malam minggu.

Lantas mengapa?

Beberapa jam yang lalu, kecewa karena tulisan yang didedikasikan untuk merampungkan gelar Master, yang dikerjakan dengan sepenuh hati hingga berteman dengan dinginnya pagi,
tak ditoleh. Tak disentuh.
Padahal sudah keluar kocek 75 ribu, di tempat mencetak langganan di daerah Bendungan Hilir tadi.

Dikerubungi asap rokok, khas.
Layaknya sebuah coffee shop pada umumnya.
Namun, kali ini ditemani dengan masa depan.

Saya cermati benar, tulisan karya Pram. si Larasati  ini..
Masih ada kumpulan esai, dan beberapa judul buku lainnya yang belum saya baca.
Saya masih haus dengan tulisan-tulisan Pram.
Tapi tak apa, saya masih memiliki banyak waktu untuk membacanya.
Tak saya sangka, membaca si Larasati beserta perjuangannya menghentak saya.

Begitu liarnya, tulisan-tulisan yang Pram tulis.
Wajar, jika kompeni dulu menyimpan karyanya rapat-rapat agar tak dibaca pada khalayak.
Ah, bagaimana bisa membaca?
Akses untuk pendidikan saja ditutup rapat oleh mereka.
Bangku menulis, membaca, dan menghitung hanya disisakan bagi mereka yang merupakan kaum bangsawan, priyayi, terpelajar, terpandang.

Bagi mereka-mereka yang masih berkutat dengan ladang dan kain yang tertambal hanya tergugu diam. Menanti nasib baik.
Siapa tahu, anak mereka kelak bisa berjajar dengan memakai kopiah kebanggaan,
Atau puteri kesayangan, pada akhirnya benar-benar dipersunting dan menyandang gelar PUTRI, seperti yang mereka idamkan.



Aah, kejam betul.
betapa akses dipersempit, betapa kebebasan dipertanyakan.
Pria masih belajar untuk memakai revolver hasil rebutan pihak lawan yang kalah.
Tak jarang harus bersimbah darah, karena terkena ledakan granat atau letusan bom-bom kecil buatan yang tak sengaja.
Perempuan?
Diam.
Menunggu.
Menunggu, apakah lakinya, anaknya, akan dengan ikhlas mereka lepas ke medan perang..
Lalu kemudian menunggu lagi,
Menunggu apakah mereka akan pulang.
Syukur-syukur jika hanya luka di beberapa bagian badan
Kadang, pulang hanya dengan selendang titipan,
Inisial..
Atau tanda bahwa mereka sekarang telah ditinggalkan oleh yang tersayang
Berjuang sendirian,
Melawan tirani yang kejam.
Berbekal dengan keyakinan, jika masih ada, dan banyak dari mereka yang memilih untuk berjuang dengan diam.

Perempuan.


Legacy yang diturunkan oleh pendahulu begitu berat.
Larasati hanyalah tokoh fiktif yang diciptakan,
Bahwa bintang film pun pada masanya, memiliki giat juangnya sendiri untuk melawan
Masih ada puluhan ribu nama perempuan yang tak tercatat
Mereka pejuang.yang tak pernah dikenang.
Lalu sekarang, duduk seorang perempuan 24 tahun yang menatap nanar di layar laptopnya,
Mencoba menuliskan sejarah kecil,
Paling tidak, diawali dari hidupnya..
Bukankah jika ingin merubah sejarah bangsa, yang perlu dilakukan adalah merubah sejarah diri sendiri dahulu?

Syukur Alhamdulilllah,
Tidak pernah menduga bahwa masih ada kesempatan hingga saat ini,
Untuk meraup wawasan seluas-luasnya
Untuk meraih cita-cita setinggi-tingginya..
Seperti apa yang asa pinta
Sedangkan lagi,
Di masanya,
Perempuan yang berjuang
Mungkin juga memiliki cita-cita
Tapi mungkin bagi mereka
Cukup untuk merasa dan memiliki sang MERDEKA


Jika memang benar Oktober nanti,
Di penghujung tahun 2015 ini,
Adalah masa saya untuk berbuat sesuatu untuk bangsa
Tidak akan saya sia-siakan sedikit pun kesempatan berharga nan langka
Mungkin beberapa dari mereka mencibir, mencemooh
Bahkan, lucunya..
Ada yang tidak percaya saya bisa
Katanya, “kamu khan tidak ada pengalaman”
Katanya.,,,

Semoga ini adalah pecutan
Bagi seorang perempuan untuk berjuang
Berjuang dengan caranya,
Untuk menorehkan sejarah
Di buku legacy bangsa Indonesia.





semoga

Komentar

Postingan Populer