Kita Terlalu Kerdil Untuk Merasa Congkak
Seringkali, kita lupa
bahwa esensi kita untuk hidup di dunia, nyatanya adalah untuk belajar dan
memahami.
Seringkali, kita merasa
sombong ketika telah berhasil melakukan atau meraih hal yang kita inginkan,
Lalu kemudian kita pun
lupa satu hal yang tak kalah penting.
Bersyukur.
Seringkali, kita enggan
untuk menoleh ke belakang barang semenit dua menit. Untuk kembali menyisip apa
yang ada di masa lalu, bukan untuk rendezvous, tetapi mencari esensi. Mencari makna.
Seringkali, kita hanya
ingin segera menutup pintu. Tak mau lagi berurusan dengan yang namanya “jaman
dahulu”, takut ada yang terungkit, takut kembali terjebak, takut untuk tak bisa
“move on”.
Seringkali, kita hanya
mengharap masa depan datang, lalu masa sekarang di sia-siakan.
Lalu, hingga tiba saatnya
kita dikejutkan dengan kenyataan yang tak sejalan. Tentang impian-impian yang
sulit direalisasikan. Tentang perubahan tujuan, tentang ide-ide yang nantinya
hanya sekedar omongan dan tidak bisa diwujudkan. Kita dengan berbangga hati
menyatakan bahwa pasti bisa meraih, lalu kemudian enggan berusaha. Enggan
berbuat lebih. Karna hanya berharap pada doa dan kebaikan sang Ilahi.
Dalam hal ini, saya
pribadi tidak pernah menyalahkan Tuhan akan hal ini. Seringkali pun saya lupa,
selalu berdoa, namun kadar usaha hanya sepersekian dari doanya. Padahal Tuhan
tidak akan merubah nasib kaumNya sebelum kaumNya berusaha merubah nasibnya
sendiri. Ya, seringkali saya “absen”, saya mangkir. Saya banyak berdoa, namun
usahanya hanya sepersekian dari lirih doa yang diucapkan. Seringkali, saya
mengharap “belas kasihan” dari Tuhan, tapi usahanya sungguh sedikit. Saya akui,
saya demikian. Saya manusia. Saya pikir hal ini juga terjadi di sebagian orang
yang hidup di dunia.
Kemudian saya perhatikan
di sekitar saya,
Ada pula yang hidupnya
terasa lurus-lurus saja. Sepertinya hal-hal yang berurusan dengan agamawi pun
hanya sebatas lalu. Saya tahu, itu adalah hak pribadi. Rasa-rasanya, semua yang
ada pada diri orang tersebut , dilancarkan. Diberikan semua hal yang dia
inginkan, semua yang dia butuhkan. Bahkan kadang berlebih. Namun kemudian,
muncul sesuatu yang terasa ‘sumbang’. Congkak.
Saya teringat kepada
seseorang, yang dahulunya biasa saja.
Bahkan mungkin masih
kurang. Ia selalu mengeluh bahwa hidupnya kurang, segalanya kurang. Kurang
kasih sayang dari orangtua, harus belajar sendiri, berjuang sendiri. Apa-apa
sendiri. Saya yakinkan, bahwa di dunia ini tidak ada yang sendiri. Karna kita
punya Tuhan. Beberapa saat, saya perhatikan hidupnya. Ia kembali ke jalur yang
saya pikir “benar”. Ia kembali tekun, jarang mengeluh. Berusaha sepenuhnya
untuk mengubah garis hidupnya. Hingga pada akhirnya, saya amati perubahan
hidupnya. Dan ya, singkat kata dia berhasil.
Saya turut bangga atas
prestasinya. Ia berhasil mengubah nasibnya. Ia berhasil menjadi seseorang yang
berpengaruh di lingkungannya. Ia mampu membiayai hidup dirinya dan keluarganya.
Lalu, apa yang saya temukan kemudian, mengubah pandangan saya terhadapnya.
Ia menjadi congkak. Ia menjadi
seseorang yang sulit untuk dijangkau. Waktunya ia habiskan untuk mencari
kesempurnaan dunia. Waktunya ia habiskan dengan mangganti semua hal yang dirasa
buruk dalam dirinya. Ia habiskan lembaran uang yang ia dapat, lalu kemudian tak
disadari esensinya. Ia menjadi seseorang yang congkak, namun kerdil. Ia lupa
orang-orang yang mendukungnya. Ia tidak lagi khusyuk berdoa. Seakan-akan dunia
berada di bawah kendalinya.
Ada orang yang demikian. Dan
saya tertampar akan sikapnya.
Ini adalah pelajaran dasar
yang mampu saya serap dan saya jadikan pegangan kelak. Saya mungkin berada di
dalam posisinya dahulu. Tetapi, saya tidak ingin menjadi pribadinya yang
sekarang. Saya mungkin bisa menasihatinya, tetapi siapakah saya yang tidak
memiliki porsi apapun dalam hidupnya.
Saya yakin, hanya diri
kitalah yang mampu merubah garis takdir. Hanya kita yang mampu memasang layar
dan menjadi nahkoda di kapal masing-masing.
Satu hal yang pasti, saya
akan mencoba untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Saya pikir, kita terlalu
kerdil untuk merasa congkak.
*ramadhan.
hari pertama saya berpuasa
Komentar