kadaluarsa
Saya dan kamu punya rencana.
Kita punya segambreng cita-cita yang ingin diwujudkan.
Bersama? Paling tidak itu adanya setelah aku yakini beberapa minggu yang lalu.
Tepat sebelum pergantian tahun itu.
Bulan kedua di tahun ini.
Entahlah, mungkin rencana itu hanya utopis semata.
Kita sibuk mengandai-andai, lalu kapan untuk terealisasinya? Acap kali
kudengar, kamu sibuk. Baiklah. Sebuah kata baru yang kudengar. SIBUK.
Lalu akhirnya, dunia pun terasa lebih gelap. Jalanan
terasa semakin banyak abu yang menempel dijalan. Kotor. Abu. Malas untuk
dilewati. Matahari juga tidak mau kompromi. Rasanya selalu sembunyi. Yang
tinggal hanyalah hujan, mendung, dan awan. Jika hari biasa saja aku
menikmatinya. Sekarang ini? Aku justru tak suka.
Hujan seakan berkonspirasi membuatku luka. Setidaknya,
ada jejak basah disepatuku yang susah mengering. Ada tampyas dari payungku yang
sibuk mengenai bajuku dan tasku. Namun bukan itu yang buatku luka.
Ada saja, kejadian dan playlist lagu yang
mengingatkanku padamu. Teriris. Bersama gerimis ia datang, menggelayut. Kadang
sampai membutakan jalan pikiran. Nyatanya,hanya ada sedih berkepanjangan yang
mengganggu. Tenang-tenang, ini hanya hari yang buruk bukan hidup yang buruk.
Berkali-kali kudengungkan di otakku bahwa ini yang terjadi “hari buruk bukan
hidup buruk”. Sayangnya, otaku membandel. Pikiran tentangmu malah menderas.
Rasanya aku gemas. Bisakah sekali saja kau sedikit “hilang”?
Beberapa kali kau menjawab sibuk ketika aku hubungi.
Semenit lalu, aku kegirangan mendapat pertanyaan darimu. Pertanyaan kecil, bak
abg yang biasa seringkali membuat kita terpingkal. “sedang apa? Dimana? Sudah
makan belum”?
Semenit berikutnya, aku akan membalas dengan jawaban
yang tak kalah abg. “aku kangen”
Sekian. Dan demikian.
Semenit, dua menit, dan akhirnya berjam-jam. Kamu
membalasnya saat azan berkumandang.
Bukan balasan “aku juga kangen kamu”
tapi jawaban lainnya atau permintaan-permintaan lainnya yang kau
utarakan. Sakit. Aku rasa aku sakit. Atau jiwamu yang sakit?
Kamu bukan lagi yang aku temui beberapa tahun silam.
Orang itu mungkin sudah entah kemana. Mungkin pergi bersama dengan
kesederhanaannya yang aku suka. Mungkin pergi dengan “tawaran-tawaran” menarik
lainnya yang lebih menarik, lebih cantik, lebih ada, lebih mau menunggu, lebih
sabar, lebih lainnya. Mungkin pria itu sudah menganggap aku kadaluarsa…
Komentar