berjalan






Pagi ini saya berjalan kaki menuju kantor dan memutuskan untuk memakai pakaian kerja saya dengan tema “Tuesday black”. Saya baru menyadarinya hari ini. Sepertinya akan menjadi sebuah kegiatan yang menyenangkan jika saya pada akhirnya menentukan tema warna pakaian apa yang bisa saya pakai hari ini untuk bekerja :D *cross finger*

Cuaca di beberapa hari belakangan ini tidak lagi melulu hujan. Cukup rasanya di bulan Desember, saya harus pulang dengan pakaian setengah kering atau setengah basah. Meski demikian, saya tidak pernah menyalahkan hujan. Hujan selalu membawa berkah. Hujan selalu membawa cerita J

Anyhow, perjalanan 30 menit saya berjalan kaki ke kantor kali ini ditemani dengan pemutar lagu dan headset berwarna putih. Cuaca sangat cerah. Matahari tidak lagi malu untuk menyinari jalan setapak yang biasa saya lalui. Kalau begini, biasanya pakaian yang saya pakai akan menjadi sedikit lembab karena berkeringat. Tapi, sungguh bersyukur rasanya cuaca yang sangat cerah diwarnai dengan banyaknya angin yang sibuk mengibas-ibaskan rambut saya yang masih setengah kering ini, menjadi hari yang menggembirakan. Hmmm, what a lovely day J

Bagi saya, berjalan kaki adalah langkah saya dalam 2 bulan belakangan ini untuk mempersiapkan diri saya mengikuti perlombaan berlari. Beberapa teman kantor menanyakan mengapa saya tidak menggunakan “ si merah” lagi untuk pergi ke kantor. Ada dua alasan mengapa saya memutuskan untuk mengistirahatkan ‘” si merah” dihari-hari kerja.

Yang pertama: karena saya memang memutuskan untuk berjalan kaki dibandingkan naik motor ke kantor. Perjalanan yang saya tempuh dengan menggunakan motor membutuhkan waktu 40 menit (karena padatnya jalanan dan keharusan untuk memutar balik yang cukup menghabiskan waktu). Selain itu, keringat yang keluar jauh lebih banyak ketika menggunakan motor dibandingkan saya berjalan kaki. Padahal, kalau berkeringat lebih banyak, aktivitas saya akan menjadi terganggu karena saya sibuk mencari “angin” untuk mengeringkan pakaian saya yang tidak lagi benar-benar kering” :D

alasan yang kedua: berhemat. Saya putuskan mulai tahun ini, saya akan melakukan penghematan di berbagai bidang. Pasalnya, saya mengurangi  jumlah murid yang saya ajar tahun ini. Bukan karena saya tidak suka mengajar, tetapi saya sudah tidak memiliki waktu bagi diri saya sendiri untuk bersantai. Sedangkan pekerjaan di kantor saya, menuntut saya untuk mengistirahatkan pikiran saya seketikanya saya pulang dari kantor. Jadi, dengan berkurangnya jumlah murid yang saya ajar, berkurang pula penghasilan saya per bulannya. Padahal, ada beberapa agenda penting yang ingin saya realisasikan di tahun ini dan tahun mendatang demi masa depan saya. Sayangnya, agenda ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Mau tidak mau, saya harus berhemat.. (Ayoo shintia, dikurangi kongkow2 lucunyaaaa *sigh)
*tenang, bu guru masih mengajar juga ko J me do love teaching ..

di tahun ini, saya memiliki niatan untuk mengikuti perlombaan lari, minimal satu kali dalam sebulan. Sejak virus lari mulai mewabah di Indonesia, khususnya Jakarta, saya jadi cengar-cengir sendiri. Beberapa orang di sekeliling saya, berhasil saya bujuk untuk ikut rutin berlari. Bahkan orang terdekatpun sudah sibuk membeli gear untuk berlari dan ikut perlombaan lari apa saja yang bisa diikuti (dan tentunya saya ikuti pula! yeaayness!).. selain itu, beberapa perusahaan alat olahraga juga melihat peluang bisnis ini secara jeli, sehingga akhirnya sekarang ini, mereka banyak memproduksi peralatan olahraga, khususnya lari, dengan jumlah dan harga yang lebih variatif. Jika dulu saya harus benar-benar selektif memiliki pakaian dan sepatu lari yang sesuai dengan kantong (saya biasa membeli merk LEAGUE karena harganya yang terjangkau dan design yang cukup menarik), maka sekarang ini saya mulai beralih ke merk perusahaan besar olahraga lainnya, yang kini memproduksi peralatan lagi dengan harga yang lebih murah (lebih murah = tetap harus menabung. Haa!) dengan resiko cedera yang lebih minim.

Dalam perjalanan hati dan pikiran saya kali ini, saya memutuskan berjalan ternyata menjadi terapi yang sangat baik bagi saya untuk berkontemplasi. Jika berlari membuat saya untuk terus mengejar mimpi-mimpi yang saya inginkan, maka dengan berjalan saya mampu memperlambat ritme saya, saya mampu merperhatikan apa yang sedang terjadi di kanan kiri saya. Apa yang tidak boleh saya lewatkan, apa yang bisa saya rekam dalam pikiran saya dan bagaimana hidup di sekeliling saya berjalan.

Pagi ini, saya memperhatikan bahwa tiap orang yang lalu lalang di kanan kiri saya, bergegas menuju tujuannya masing-masing. Saya yang biasanya melakukan hal demikian, kali ini memperlambat langkah. Lagu yang diputar di telinga saya juga mengajak saya demikian. Saya ingin beristirahat sejenak. Menahan laju menggelegak akan gairah saya untuk melewati hari ini.

Di kanan saya, saya melewati kumpulan anak-anak smp sedang sibuk mengikuti arahan dari gurunya untuk melompati galah bamboo sebagai bagian dari olahraga.
Di kiri saya, seorang anak kecil yang sedang digendong oleh ayahnya. Tatapan dan senyuman sang ayah cukup mengingatkan saya akan kehadiran papa saya dirumah, yang sibuk menyemangati saya untuk berangkat ke kantor. Beberapa meter dari tempat saya berdiri, saya mengamati ada sekumpulan bapak polisi yang sedang siap menaiki motor besarnya. Tampaknya mereka baru akan memulai hari.
Saya berjalan kaki lagi,
Terus.. menyebrangi jalan raya yang biasanya hiruk pikuk, namun kini alhamdulllah sedikit lengang..
Hingga saya tiba di jembatan penyebrangan.
Saya melihat seorang bapak yang kondisi fisiknya kurang, namun sibuk menyapu jalanan di jembatan penyebrangan. Setiap ada orang yang lewat, ia akan menengadahkan tangannya untuk meminta sedikit recehnya.
Tidak jauh dari keberadaa dirinya, ada seorang pedagang yang umurnya saya taksir sama dengan bapak sebelumnya, sibuk melayani pembeli yang membeli dagangannya. Ada pisang rebus, ubi rebus, dan kacang rebus. Senyumnya ramah. Ia menyapa orang-orang yang berlalu lalang di depannya meski ia tidak membelinya.


Kemudian, saya merenung.
Mengapa baru sekarang saya bisa merasakan rasa syukur yang begitu sangat, ketika saya hampir memiliki semua yang saya butuhkan…? Mengapa saya ribut mencari apa yang tidak saya punya, dibandingkan dengan bersyukur atas apa yang ada..

Mungkin dengan berjalan inilah, saya dibukakan mata olehNya..

Komentar

Postingan Populer