bercerita tentang mimpi
“i have a dream, a fantasy
to help me through, reality
and my destination, makes it worth the
while
pushing through the darkness, still another
mile”
aku bertemu banyak sekali orang-orang..
yang bercerita tentang mimpinya.
Yang memiliki mimpi-mimpi luar biasa dengan
sorot mata yang mengatakan
“suatu saat aku akan meraihnya”
beberapa minggu yang lalu, aku bertemu
seorang teman lama.
Yang memiliki impian sama denganku, ke
Paris.
Sesimpel itu.
Tidak ada tujuan lain.
Tidak ada keinginan lain,
Apa yang kita lakukan disana?
Dengan siapa kita tinggal?
Bagaimana nanti kita pulang?
Dan semua pertanyaan-pertanyaan itu akan
menguap seiring dengan mimpi kita untuk bertemu salah satu icon populer di
dunia, dan hampir menjadi mimpi setiap anak gadis untuk bertemu pangeran
impiannya di sana.
PARIS. The Eiffel Tower.
Alhamdulillah,
Kami berdua telah menjejakkan kaki kami di
tanah eropa.
Kami sama-sama menguasai bahasa kedua dunia
internasional ini, meski kami tau bahwa kemampuan kami belum fasih benar.
Kami telah menancapkan mimpi yang begitu
tinggi dan telah tercapai.
Sayangnya, belum waktunya aku melihat
gemerlap kemilau Eiffel tower.
Sedang temanku yang sibuk bercerita ini,
dengan keajaiban Allah SWT ia diberikan kesempatan terlebih dahulu..
Ia berbagi mimpinya bersamaku.
Aku ingat benar, ketika saat itu ia
mengatakan akan audisi ke Perancis.
Ia akan pergi entah berapa lama. Ia akan
menjejakkan kakinya dan akan mengikuti kemanapun intuisinya berkata.
Aku berpikir “dasar gila!”
Lalu
ia tertawa, “biar saja!”
Begitulah, 2 tahun setelah ia berhasil
menjejakkan kakinya ke negara yang kita idamkan bersama,
Baru kali ini kami bercerita banyak.
Ditemani satu potong mendoan berukuran
besar, mulailah ia bercerita.
Aku mendengarkan, seksama.
Tidak aku potong,
Tidak ada anggukan, tidak ada pertanyaan.
Aku hanya mendengarkan,
Meresapi.
Selama satu tahun lamanya,
Ia pergi meninggalkan Indonesia.
Ia mengatakan, Paris telah merubah
hidupnya.
Aku tidak menanyakan lebih lanjut.
Tapi dengan cerita yang ia kemukakan, aku
mulai mengerti.
Ia mendapatkan visa pelajar, 1 tahun.
Ia pergi dengan tujuan mengikuti audisi
tari yang pertama kali diselenggarakan di Paris.
Ia cuti dari kuliahnya.
Ia serahkan semuanya pada Allah swt.
Hanya tiket pulang pergi yang diberikan
orangtuanya.
Tiket dengan tanggal keberangkatan dan
tanggal kepulangan yang berbeda 1 tahun.
Tidak ada uang tambahan yang diberikan
orangtuanya.
Ia pun tidak mempelajari tarian Indonesia.
Ia yakin, kemampuan tarinya sudah cukup
untuk lulus audisi.
Mungkin orang yang tidak mengenalnya akan
berpikir, “sombong betul”
Tapi aku berani menjamin, siapapun yang
melihat tariannya, akan larut dalam seni yang ia tunjukkan, akan larut dengan
bahasa yang ia ciptakan dengan gerakan tubuhnya.. dia terlahir menjadi penari.
Begitulah,
Hal yang pertama kali ia ceritakan adalah
hangatnya orang Perancis dan bagaimana mereka sangat menghargai setiap karya
seni yang ada.
Lucunya, ia menceritakan bukan dari langkah
awal ketika ia menjejakkan kakinya,
Justru di hari terakhir ketika ia ingin
pulang.
Ia baru ingat belum sekalipun
mendokumentasikan perjalanannya, dan mulailah ia mem videokan semua tempat-tempat
bersejarah di Perancis.
Video yang pertama ia beri tahu, adalah
video di bawah kaki Eiffel tower.
Aku terenyuh,
Air mataku langsung mengalir.
Tidak ada kata-kata yang keluar dari
mulutku, tapi ia dengan gembira terus bercerita.
Ia berkata bahwa saat itu, ia melihat
seorang juggler yang sedang melakukan
akrobatnya tepat di bawah kaki Eiffel. Tiba-tiba ia menghampiri seniman itu dan
mengatakan apakah ia boleh ikut melakukan pertunjukan, dengan ….. menari?
Dengan sekali anggukan, dan bahasa Paris “
jalanan” yang bersahabat, ia mulai melakukan aksinya.
Ia mengatakan, tepuk tangan tidak berhenti.
Terus sahut menyahut
Menyaksikan pertunjukannya.
Saat itulah aku bergetar,
Itu mimpiku.
Ada oranglain yang telah menjejakkan
kakinya lebih dahulu, dan melakukan mimpiku.
Aku menyadari di luar sana, di belahan
dunia lain, bahkan ada yang telah melakukan banyak sekali hal untuk meraih
mimpinya.
Dan aku masih disini.
Masih jalan di tempat.
Aku teringat misi budayaku ke Perancis 2
tahun lalu. Meskipun aku sangat sangat bahagia, diam-diam aku pernah menangis
di kamar mandi, karena tidak diizinkan panitia untuk pergi ke Paris, hanya untuk
melihat menara Eiffel. Saat itu aku merasa sangat egois, karena merengek untuk
pergi.
Tapi, aku mulai menyadari bahwa Allah telah
menunda mimpiku, untuk memberikannya lebih.
Temanku berkata,
Ketika sampai di Indonesia, hal yang
ditanyakan oleh ibunya bukanlah bagaimana Paris. Tetapi, tempat apa yang kamu
jejakkan ketika pertama kali disana..
Temanku lugas mengatakan “masjid”
Lalu, tersenyumlah ibunya,.
“Alhamdulillah,
kamu juga pasti pulangnya mampir di masjid”
Dan benar.
Tempat pertama kali ketika ia tiba di
airport adalah mencari masjid terdekat airport dan tempat terakhir sebelum ia
mengunjungi airport adalah masjid.
Ia mengatakan dirinya begitu agamis
sekarang.
Hampir 1 tahun selama kepergiannya ke
Paris, ia tinggal di masjid.
Ia berkawan dengan berbagai imigran di
seluruh dunia.
Ia mendapatkan uang dari kesenian yang ia
tunjukkan, bukan dengan mengamen, tetapi pertunjukkan-pertunjukkan yang ia
tampilkan.
Ia bertemua dengan orang-orang baik,
Ia berdiskusi dengan berbagai ustadz di
seluruh dunia.
Ia berpuasa di musim dingin.
Ia menumpahkan tangis di gang-gang yang
menghantarkan ke stasiun bawah tanah.
Ia jarang sekali menelpon ke rumah, karena
biayanya yang begitu besar.
Ia hanya mengikuti kemana tempat audisi
berkata.
Ia bukan lagi berkeliling Paris, tetapi
juga ke Eropa..
Subhannallah,
Saya terpukul sekali mendengarnya.
Temanku ini bukanlah siapa-siapa.
Bukan orang hebat, bukan artis,
Bukan anak penjabat,
Ia sama sepertiku.
Orang biasa,
Tetapi memiliki mimpi yang luar biasa..
Aku kembali disadarkan untuk kembali meraih
mimpiku,
Aku menyadari bahwa aku sudah berjalan
terlalu jauh,
Saatnya aku kembali ke jalan yang memang
aku inginkan.
Teringat perkataan sahabat..
“siapa
yang lebih dulu datang di mimpimu?
Jangan
biarkan orang lain menghalangimu untuk meraih mimpi yang sudah dicita-citakan
terlebih dahulu”
Dan saya yakin,
Mimpi yang saya bangun ini, makin
berkembang dari sebelumnya.
Saya yakin, Allah SWT membantu saya untuk
menuntun saya menjadi lebih dekat.. sedekat hati, sedekat pikiran, sebesar
tekat yang saya inginkan..
Semoga…
Komentar