gadis kecil itu tidak akan pernah merasa sama lagi
Hari
itu masih siang. Gadis kecil berseragam putih merah baru saja pulang dari
sekolahnya. Baru saja selesai berganti baju, ia dipanggil temannya, yang memang
bersebelahan rumah dengannya. Ingin main katanya. Tanpa keinginan untuk segera
menyantap makan siang yang telah dibuat oleh sang ibu, dengan senang hati ia
berlari keluar. Menyambut teman kecil yang mengajaknya bermain.
Tak
lama, ia telah berada di rumah temannya. Mereka sibuk bercerita kegiatan mereka
sehari-hari. Kadang mimik muka mereka serius, namun sejurus kemudian mereka
tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang mereka perbincangkan saat itu. Yang jelas,
ayunan maju mundur yang terletak di depan rumah sang teman kecil, menemani
mereka di siang hari terik itu.
Kala
itu, suasana sedang sepi. Wajar, setiap orang sedang bekerja. Hanya ada mereka
berdua yang menikmati permainan. Mereka masih asyik bermain hingga akhirnya
sang ibu keluar, menyuruh teman kecilnya untuk masuk ke dalam rumah, memintanya
membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
“Eh,
aku masuk dulu ya! Ibu nyuruh bantu cuci piring. Kamu tunggu di sini aja ya!”
Gadis
kecil ini mengangguk. Tanpa melihat lagi temannya masuk ke dalam rumah, ia
kembali asyik bermain dengan ayunannya.
Tak
lama kemudian, kakak tertua dari teman kecil ini datang. Baru saja pulang
sekolah. Gadis kecil ini tahu kedatangannya, tapi tak menggubris. Ia tidak
pernah akrab dengan sang kakak laki-laki.
Rupanya
teman kecilnya agak lama berada di dalam rumah, ia merasa bosan. Saat ia
memutuskan untuk pulang ke rumah, sang kakak laki-laki keluar dari rumah, sudah
berganti baju rumahan. Dan menyapanya
“Kok
sendirian? Biasanya main berdua”
Gadis
kecil ini menengok, lalu menjawab sambil mengedikkan bahunya.
“Gak
tahu, katanya tante minta dibantuin cuci piring”
“Ooh,
yaudah main sama aku aja yuk”
Gadis
kecil ini terdiam melihat sang kakak laki-laki beranjak mendekatinya. Ia pikir,
tumben sekali sang kakak mau mengajaknya bermain. Biasanya kalau ada pun,
melihat dirinya saja saja jarang.
“Ayo
main, tapi jangan disini. Gak seru!”
“Oh,
mau main di mana ka?”
“
Di lapangan tenis aja tuh. Kamu gak pernah kesitu siang-siang khan?”
“Mmmm,
gak pernah sih. Biasanya sama papa sore-sore. Nemenin main”
“Naah,
kalo sore-sore khan terlalu rame buat anak kecil. Kalo sekarang tempatnya sepi.
Kita bisa bebas main-main disana”
“Yaudah,
aku ikut kakak aja”
“Yuk!”
Bagai
kerbau dicocok hidungnya, gadis kecil ini mengikuti langkah besar sang kakak
laki-laki. Ia agak tertinggal. Maklum usia mereka cukup berbeda jauh. Ia harus
mempercepat langkah kakinya, agak tidak terlalu tertinggal di belakang.
Lapangan tenis itu tidak jauh
dari rumah temannya. Hanya berjalan kaki 3 menit dan mereka pun sampai. Gadis kecil
ini mengedarkan pandangannya. Panas sekali
hari ini, ujarnya dalam hati. Pantes aja gak ada yang mau kesini siang-siang.
“Ka,
panas loh di sini. Pantes aja gak ada yang mau main kesini siang-siang”
“Oooh,
tenang aja. Aku tau tempat yang gak panas buat kita main. Sini, ikutin aku..”
Dan
lagi, sang gadis kecil mengikuti langkah kakak laki-laki. Sampai mereka tiba di
belakang lapangan tenis. Ada sebuah pintu dengan ruangan kecil di situ. Sepertinya
tempat berganti baju. Kakak laki-laki ini membuka pintunya.
“Nah,
di dalem sini aja mainnya. Gak panas kok”
“Emang
mau main apaan sih ka?”
“ Udah, masuk aja. Dijamin seru deh”
“ Udah, masuk aja. Dijamin seru deh”
Gadis
kecil ini masih saja mengikuti. Ia masuk ke dalam. Tak berapa lama ruangan
kecil itu dikunci.
“Ka,
mau main apaan sih? Kok pintunya dikunci? Pengap ka di dalem”
Kakak
laki-laki ini menyengir, sambil membuka ikat pinggangnya.
“Kita
main ayah-ibu aja”
Gadis
kecil ini mengernyit. “Apaan ka? Biasanya aku main anak-anak..”
“Ooh,
yaudah kita main anak-anakan aja. Sini kamu tidur di sini aja”
Gadis
itu melihat sekeliling ruangan yang berukuran 3x2 itu. Tampak kotor di lantainya
yang berwarna kecoklat-coklatan.
“Ka,
kotor. Nanti baju aku bisa kotor sama dimarahin mama”
“Gak,
tenang aja gak kotor ko, udah kamu tiduran aja”
Kakak
laki-laki mengintruksi gadis kecil sambil sedikit mencengkram bahunya. Ia sedikit
merasa kesakitan.
“Kok
harus tiduran sih ka? Emang main anak-anakannya cerita ngapain?”
“Ceritanya
kamu lagi sakit..” kakak laki-laki menurunkan resletingnya. “Nah, aku jadi
ayahnya yang lagi ngobatin kamu”
“Ooh...”
Gadis
kecil ini tidak curiga.
Perlahan,
ia merebahkan badan kecilnya. Ia bisa mencium bau pengap dan agak pesing di
ruangan itu.
“Ka,
gak enak. Aku mau pulang aja. Bau..” gadis kecil itu rebahan sambil menutup
hidung.
“Loh,
khan belum diobatin sama ayahnya. Kamu tiduran aja, sebentar doang ko..”
“Kakak,ngapain
buka celana? Malu iih!”
Gadis
kecil itu melihat sang kakak laki-laki membuka celananya. Ia menutup matanya.
Kakak
laki-laki ini terdengar tidak sabaran. Gerakannya menjadi begitu cepat,
nafasnya terburu-buru dan berkeringat. Kemudian, terdengar suara pekikan kecil
dari gadis kecil.
“Kaka,
ngapain rok aku di angkat”
“Udah,
kamu diem aja. Ini ceritanyalagi diobatin sama ayahnya. Kamu khan anak yang
lagi sakit. Tenang aja, ceritanya abis ini anaknya sembuh”
Gadis
kecil ini diam.
Sampai
akhirnya ada suatu benda asing masuk ke dalam dirinya, dia merasa aneh. Merasa..
risih.
Kakak
laki-laki itu mempercepat gerakannya. Gadis kecil kesakitan.
“Ka,
aku mau pulang. Gak enak diobatinnya. Sakit”
“Tunggu,
bentar lagi selesai”
Kemudian,
gadis kecil ini merasa aneh. Ia merasa kesakitan.
“Ka,
aku mau pulang!”
“Tunggu”
“Aku
mau pulang!!”
Gadis
kecil ini berteriak.
“Jangan
teriak, nanti kedengeran orang!”
“Gak
ada orang di luar! Aku mau pulang! Atau aku bilangin mama!”
Mendengar
kata mama, kakak laki-laki ini berhenti. Dengan cepat, gadis kecil ini
membenarkan posisi bajunya, dan ia segera berdiri, melihat sebentar ke kakak
laki-laki dan berkata “Aku gak mau main lagi sama kaka! Gak enak!”
Dan
ia pun berlari, tanpa menggunakan alas kakinya. Menuju rumah, dengan perasaaan
yang tidak karuan.
Langkah
kecilnya dapat segera disusul oleh kakak laki-laki. Terlebih lagi rumah mereka
yang bersebelahan. Tinggal satu langkah memasuki rumah gadis kecil, tangannya
dicengkram.
“Aww!
Sakit kaa! Lepasin!”
“Jangan
sampe berani bilang sama mama! Kamu gak bakalan boleh main sama adikku lagi!”
Matanya
melotot, tangannya mencengkram erat lengan gadis kecil. Ia meringis kesakitan. Ketakutan.
Kemudian,
kakak laki-laki itu pergi.
Dan
gadis kecil itu, tidak akan pernah merasa sama lagi.
Komentar