Kembalinya si anak hilang
Konon, di suatu pulau bernama la-la land, hiduplah seorang perempuan bernama Sabrina. Sabrina telah lama hidup sendirian di pulau itu dan ia menyukainya.
Di la-la land, seluruh aktivitas dunia seakan terhenti pada moment-moment terindahnya. Berbagai bunga musim panas yang cantik tetap bermekaran, seakan enggan berganti dengan musim lainnya yang akan datang. Spesies hewan langka nan cantik hidup dengan bebas berdampingan secara berpasangan. Suara air terjun tujuh tingkat selalu mengalun, menciptakan melodi siang dan malam di la-land. Kebesaran dan kebijaksanaan pohon-pohon yang telah berusia ratusan tahun lamanya, ikut memperindah suasana dengan keteduhannya di kala terik matahari menyongsong. Burung-burung sibuk bercicit-cicit ria di dahan pohon yang rindang. Para lebah sibuk menghisap madu, ikan-ikan berenang dengan riangnya, air sungai mengalir dengan jernih, tidak ada ketenangan yang sanggup mengalahkan la-la land.
Sedikit berjalan ke arah utara, hamparan pasir putih pantai la-la land menyambut. Deburan ombak menyatu, bergulung dan menciptakan buih-buih kecil di tepi pantai. Inilah yang Sabrina suka. Inilah yang Sabrina inginkan sejak lama.. ketenangan, kedamaian, sendirian.
Sabrina tinggal di pinggir pantai, rumah kayunya yang mungil tertutup pohon-pohon rimbun yang tumbuh di sekitar pantai. Rumahnya hangat, sehangat hatinya.
Ia memiliki ribuan buku yang siap kapan saja untuk segera dilahapnya. Ada ruangan tersendiri di rumahnya, yang ia sulap menjadi perpustakaan kecil. Tepat di sebelah pintu masuk perpustakaannya, terdapat mesin pembuat kopi terbaik di seluruh dunia. Berbagai biji kopi terbaik, tersedia di dalam botol-botol berukuran sedang. Salah satunya, berasal dari negaranya. Hanya dengan meneguk salah satu biji kopi itu, ia merasa kembali ke negaranya, kembali mencium tanah kelahirannya, namun tidak berniat untuk pulang.
Dinding-dinding rumahnya dihiasi beberapa sketsa kesukaannya. Sebagian ia buat sendiri, sebagian lagi hasil “jarahannya” terhadap sahabat-sahabatnya di Negara asal. Sketsa sang raja hutan dengan bulu lebatnya yang sedang menangis, sketsa seorang perempuan yang sedang bermain basket, sketsa seorang abdi Negara lengkap dengan topi kebanggaannya, sketsa seorang ibu yang sedang tersenyum memeluk anaknya yang berpipi gembil sambil tertawa riang, sketsa seorang laki-laki yang sedang menggendong seorang perempuan sambil tertawa lebar, sketsa di sebuah daerah yang terkenal sebagai negara “netralnya”, sketsa sebuah kamera lama, sketsa sebuah koper besar dengan berlambangkan merk yang mirip dengan nama buah, sketsa seorang perempuan yang sedang menari sambil memegang sebuah microphone, dan terakhir sebuah sketsa yang luar biasa besarnya, karena merupakan hasil penggabungan kertas sketsa lainnya. Sketsa ini merupakan sketsa menara Eiffel, yang berdiri dengan gagahnya serta mendapatkan spot istimewa yang berada di tengah-tengah sketsa lainnya.
Sabrina telah lama memimpikan kehidupan yang seperti ini. Begitu tenang, damai. Di dunianya sendiri. Di peraturannya sendiri. Di sebuah alam yang ia yakini tiada bandingannya. Namun beberapa bulan belakangan ini, ia merasa dihantui.
Ia menikmati percakapan pagi dengan segelas kopi dan buku tebal di kursi empuknya. Ia menikmati pemandangan indah setiap hari, dengan menggunakan kedua lensa alaminya yaitu bola mata. Ia menikmati sang ikan yang sedang berenang dengan lincahnya. Ia menikmati percakapan burung dengan seolah-olah menimbrung saat ia bersandar rileks di batang pohon tua. Ia menikmati timbunan pasir putih di kakinya. Ia menikmati saat senja berganti malam dan bulan pun bersinar dengan terang. Ia menikmati. Luar biasa menikmatinya.
Sampai suatu ketika, di dalam tidurnya, ia merasakan sketsa-sketsa di dinding rumahnya hidup. Mereka semua memanggilnya, berada di sekelilingnya. Sabrina histeris. Ia tidak ingin situasi demikian terjadi, ia tidak ingin dihantui “dunia” lamanya. Ia ingin tetap disini. Itulah alasannya, mengapa ia menciptakan la-la land. Ia menginginkan hidup yang seperti ini, di dunia la-la land, tanpa dihantui bayangan dunia lamanya, tanpa dikejar-kejar oleh aktivitasnya terdahulu.
Komentar